SDIK Imam An-Nawawi Aceh

  • Home
  • /
  • Serial Nasihat Ramadhan (27) – Qana’ah

Serial Nasihat Ramadhan (27) – Qana’ah

Ramadhan 27: Qana’ah

Adik-adik rahimakumullah, mari kita mengenal berbagai sifat terpuji selama bulan Ramadhan. Sifat terpuji dapat memudahkan kita dalam melakukan berbagai macam amal sholih. Pada hari ini kita akan mengetahui tentang sifat qana’ah. Yuk budayakan membaca sampai selesai supaya Allah ‘azza wa jalla memberkahi ilmu kita.

___________________________________________

Qana’ah adalah merasa cukup dengan apapun yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada kita. Dan orang yang qana’ah hidupnya akan tenang, karena dia tidak berkeinginan untuk mendapatkan apa yang tidak dia miliki.

Ada 2 pemberian Allah ta’ala yang merupakan nikmat dari Allah ta’ala kepada para hamba-Nya yaitu:

Nikmat duniawi seperti nikmat hidup, kesehatan, nikmat rizki, fasilitas hidup, harta simpanan, dan seterusnya.

Nikmat berupa syari’at. Allah ta’ala yang menurunkan syariat kepada para hamba-Nya, agar mereka bisa mendapatkan kebahagiaan kelak di akhirat.

Untuk nikmat pertama, semua manusia bisa merasakannya. Sementara untuk nikmat jenis kedua, tidak ada yang bisa merasakannya, kecuali mereka yang diberi petunjuk oleh Allah ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لا يُحِبُّ وَلا يُعْطِي الدِّينَ إِلا لِمَنْ أَحَبَّ فَمَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ الدِّينَ فَقَدْ أَحَبَّهُ

“Sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada siapa saja yang Allah cintai dan yang tidak Allah cintai. Namun Allah tidak akan memberikan agama kecuali kepada orang yang Allah cintai. Siapa yang diberi agama oleh Allah, berarti Allah mencintainya.” (HR. Ahmad: 3672 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Barangsiapa yang telah meraih sifat qana’ah, ia akan merasakan banyak kelezatannya (keutamaan), antara lain:

  1. Seseorang yang qana’ah ia akan selalu bahagia. Hatinya menjadi tentram. Apa yang Allah berikan kepadanya selalu dia syukuri;
  2. Seseorang yang qana’ah ia tidak memiliki sifat hasad. Ketika dia melihat orang lain mempunyai kekayaan, dia tidak terpengaruh. Hidupnya tetap berjalan normal dan semakin semangat. Ketika ada seseorang yang bercerita kepadanya, “Si Fulan, sudah punya ini dan itu.” Dia berkata, “Alhamdulillah, semoga dia menjadi seorang yang bersyukur.” Dia mendoakan. Tidak ada rasa iri dan hasad kepada saudaranya. Mengapa demikian? Karena dia qana’ah. Dia tidak sibuk memperhatikan kondisi orang lain sudah sampai pada tahap mana. Dia fokus dengan dirinya. Dia Bahagia dengan apa yang dimiliki besar maupun kecil. Dia memperoleh kebahagiaan yang di harapkan;
  3. Seseorang yang qana’ah dia ridha dengan apa yang Allah berikan kepadanya. Dan diapun ridho dengan apa yang Allah berikan kepada orang lain;
  4. Seseorang yang qana’ah dia menjadi orang yang beruntung, dapat mengatasi berbagai problema hidup seperti berutang, dan mendapatkan dunia seluruhnya.

Adik-adik, Setelah kita mengetahui keutamaan dari sifat qana’ah, mungkin kita juga perlu mengetahui bagaimana cara kita bisa meraih sifat qana’ah tersebut supaya kita benar-benar mendapatkan kebahagian di hati, caranya adalah sebagai berikut:

  1. Qana’ah diraih dengan beriman dan beramal shaleh;
  2. Berusaha selalu menghitung-hitung nikmat Allah yang ada pada dirinya;
  3. Selalu melihat ke bawah dalam urusan dunia;
  4. Menyadari bahwa dunia ini hanyalah sementara, bukan tempat tinggal selama-lamanya;
  5. Menyadari bahwasanya balasan yang sesungguhnya adalah di surga bukan di dunia.

Dengan mengetahui beberapa cara tersebut, semoga kita dimudahkan Allah memiliki sifat qana’ah. Sifat yang banyak memberikan kita manfaat di dunia dan di ahirat kelak.

Ada kisah menarik yang datang dari sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau adalah orang yang paling banyak meriwayatkan hadist, padahal kondisi kehidupan saat belajar bersama Rasul dalam keadaan faqir. Namun, Allah ta’ala anugerahkan beliau  sifat qana’ah. Musuh-musuh Islam selalu mengintai dan mencari kelengahan kaum muslimin, kemudian melemparkan syubhat-syubhat untuk membuat keraguan atas kebenaran Islam. Mereka berusaha mengaburkan sejarah emas generasi sahabat. Oleh karenanya, kita perlu mengetahui sejarah kehidupannya, agar kaum muslimin memiliki hujjah, tidak terbawa arus propaganda dan provokasi musuh-musuh Islam.

Nama dan Ciri-ciri Abu Hurairah

Nama beliau adalah Abdul Syams (nama di masa jahiliyah), setelah hijrah (masuk agama islam) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengganti namanya menjadi Abdurrahman bin Sakhr. Abu Hurairah adalah seorang yang berkulit putih, sawo matang, bahu dan pundaknya cukup lebar, rambutnya dikepang dan dibelah dua, dan gigi serinya renggang halus, orangnya lembut dan tidak kasar. Dia juga mengecat jenggotnya dengan hanna’ (pohon pacar) dan berpakaian dengan kain katun.

Islamnya Abu Hurairah

Di tengah-tengah kesesatan jahiliyah dan kegelapan syirik, sampailah seruan dakwah tauhid dari Mekkah kepada seorang yang mulia, penyair ulung dan dermawan, yaitu Ath-Thufail bin Amr Ad-Dausi. Kemudian Ath-Thufail masuk Islam dan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mekkah, lalu kembali kepada kaumnya di wilayah Daus. Ia menyeru kepada kaumnya, sehingga ada yang masuk Islam. Diantara mereka ialah Abu Hurairah.

Sebab Ia Dipanggi Abu Hurairah 

Abu Hurairah terkenal dengan kunniyah (julukan)-nya. Tentang julukannya ini, Imam Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia radhiyallahu ‘anhu berkata, “Mereka memberikan gelar dan julukan kepadaku Abu Hurairah. Penyebabnya, tidak lain karena aku pernah menggembalakan kambing untuk keluargaku. Dan saat itu kudapati anak kucing liar, lalu aku masukkan ke kantong lenganku. Ketika aku pulang kembali ke rumah, mereka mendengar suara kucing di kamarku, kemudian bertanya, ‘Suara apakah itu, wahai Abdu Syams?’ Akupun menjawab,‘Anak kucing yang kutemukan (saat menggembala kambing)’. Mereka berkata,‘Kalau begitu, engkau adalah Abu Hurairah’. Semenjak itu, julukan dan gelar itu terus melekat padaku.”

Sifat Qana’ah Abu Hurairah

Abu Hurairah hidup pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Shuffah dalam keadaan faqir, tidak memiliki harta, rumah dan mata pencaharian. Dia merasa cukup dengan kemudahan yang diberikan Allah kepadanya dan kepada para Ahlus Shuffah yaitu berupa hadiah untuk mereka dan makanan yang dinikmati bersama dengan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia menyiapkan diri menemani dan mulazamah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semata, hanya karena ingin mendengarkan dan menghafal seluruh sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tujuan untuk menyebarkannya. Juga untuk melihat perbuatan, keadaan, pergaulan dan keputusan hukum Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Diantaranya ialah kisah yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Muhammad bin Sirin, ia berkata: “Aku pernah merasakan lapar sampai aku ingin pingsan, kemudian agar aku mendapatkan makanan, aku berpura-pura seperti orang yang kejang diantara mimbar Rasul dan rumah Aisyah sampai orang-orang datang kepadaku kemudian meruqyaku, aku langsung mengangkat kepalaku lalu aku katakan, ‘Ini bukan yang seperti kalian lihat (kejang karena kesurupan) namun aku begini karena lapar.’” (HR. Bukhari)

Semangat Abu Hurairah Menuntut Ilmu

Sahabat yang mulia ini terkenal sebagai sahabat yang banyak meriwayatkan hadis, tercatat sekitar lebih dari 5000 hadis yang di riwayatkan lewat jalurnya.

Beliau pernah berkata, “aku membagi malamku tiga bagian pertama untuk membaca Al Quran, sebagian lain untuk tidur, sebagian lagi untuk mengulang hafalan hadistku.” (Tarikh Dimasyq, 67 /362)

Kecintaan Abu Hurairah Kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Abu Hurairah sangat mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketulusan cintanya diungkapkan dengan pernyataannya: “Wahai, baginda Rasulullah. Ketika aku melihat engkau, bahagia kurasakan dalam diriku dan sejuk pandanganku.” Kecintaan itu menanamkan perasaan mendalam terhadap nama Rasulullah, sampai-sampai ia tidak mampu menguasai dirinya, terisak menangis berkali-kali sampai pingsan.

Akhir Hayat Abu Hurairah

Sahabat yang mulia ini diberikan umur yang panjang oleh Allah ta’ala di riwayatkan bahwa beliau wafat di umur 78 tahun, maka jarak dari wafatnya Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dengan wafatnya Abu Hurairah sekitar 47 tahun, oleh karena itu beliau sangat sering mengajarkan umat dan banyak meriwayatkan hadist.

Ya Allah, anugerahkanlah kami sifat yang mulia ini. Moga kami menjadi hamba yang qana’ah dan kaya hati, yaitu dianugerahi hati yang selalu merasa cukup. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a: “Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina).” (HR. Muslim No. 2721)

Wallahu a’lam bisshowab…

Leave Your Comment Here

WhatsApp WhatsApp